MUSIK MERUPAKAN STIMULASI TERHADAP KESEIMBANGAN ASPEK KOGNITIF DAN KECERDASAN EMOSI
Penelitian- penelitian membuktikan bahwa musik memberikan banyak manfaat kepada manusia atau siswa seperti merangsang pikiran, memperbaiki konsenstrasi dan ingatan, meningkatkan aspek kognitif, membangun kecerdasan emosional, dll.
Musik juga dapat menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri, yang berarti menyeimbangkan perkembangan aspek intelektual dan emosional. Siswa yang mendapat pendidikan musik jika kelak dewasa akan menjadi manusia yang berpikiran logis, sekaligus cerdas, kreatif, dan mampu mengambil keputusan, serta mempunyai empati. Namun, pendidikan formal di Indonesia tidak menekankan keseimbangan antara aspek intelektual dan emosi. Keadaan ideal ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan pembenahan untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia melalui kurikulum pendidikan musik sebagai mata pelajaran wajib di tingkat SD dan SLTP.
Kata Kunci: musik, stimulasi, aspek kognitif, aspek emosi
Semua bangsa maju di dunia seperti Jerman, Amerika, Jepang, Inggris, Australia dan negara Eropa pada umumnya adalah bangsa yang musikal. Pengertian musikal yang dimaksud disini adalah pertama dapat memainkan instrumen musik atau menyanyi dengan baik, pengertian kedua tidak dapat bermain musik atau menyanyi dengan baik, tetapi dapat mengapresiasikan musik.
Siswa-siswa setingkat kelas 1 – 4 SD di Amerika Serikat mendapatkan pelajaran musik 75 menit setiap minggu, sejak kelas 5 mereka memperoleh pelajaran musik selama 80 menit. Oleh karena itu, mereka sudah dapat membuat koor dengan aransemen-aransemen yang sulit untuk tiga suara dan dapat memainkan beberapa instrumen musik. Di tingkat SLTP mereka memperdalam pelajaran musik pilihan dan mengadakan pertunjukan-pertunjukan. Tingkat SLTA mereka sudah melangkah dengan penekanan pada bentuk konser-konser. Oleh karena itu, mereka sudah mampu menyusun program-program musik yang sangat maju dengan membuat satu atau dua koor gabungan. Sebagian besar sekolah-sekolah di sana memiliki ruangan khusus musik, demikian juga di Australia.
Di Inggris anak usia TK yang berkemampuan membaca di bawah rata-rata, dapat mengejar teman-teman mereka yang di kelompok rata-rata sesudah mereka diperkaya dengan pelajaran musik tambahan, mereka belajar bernyanyi dalam sebuah kelompok melalui latihan ketepatan nada dan irama disertai dengan latihan kepekaan emosi, sebuah program yang sangat berstruktur dan dapat dinikmati anak-anak.
Universitas-universitas di Jepang banyak yang mempunyai orkes Symphony sebagai kelanjutan dari pelajaran musik yang mereka terima di tingkat SD, SLTP dan SLTA.
Begitu pun semua sekolah unggulan memasukkan mata pelajaran musik sebagai materi wajib intrakurikuler dan diperkaya dengan kegiatan ekstrakurikuler, dimana materi pelajaran musik yang diajarkan meliputi musik universal dan musik tradisional, nampaknya hasil pembelajaran siswa-siswa sekolah unggulan pun rata-rata sangat baik.
Namun kurikulum nasional di Indonesia, hanya menekankan perkembangan intelektual semata dan kurang memperhatikan perkembangan kecerdasan emosi. Hal ini tampak dengan banyaknya tawuran pelajaran di tingkat sekolah menengah dan tingkat lanjutan pertama, siswa sekolah dasar terbebani dengan padatnya mata pelajaran yang harus dihafal dan yang harus dikerjakan sehingga pembelajaran menghapus keceriaan anak pada masa perkembangannya.
Tampaknya pada kurikulum (1994) yang berlaku, aspek keseimbangan tersebut belum terpenuhi. Kurikulum pendidikan formal di Indonesia hanya menekankan perkembangan intelektual semata dan tidak memperhatikan perkembangan kecerdasan emosi. Melihat alokasi waktu mata pelajaran musik setiap minggu hanya waktu 2 x 45 menit, (GBPP kurikulum mata pelajaran kesenian 1994) yang masih terbagi dengan mata pelajaran seni tari, seni rupa, dan kerajinan tangan.
Berdasarkan Need Assessment (Mudhoffir) menemukan perbedaan (discrepancy) antara apa yang ada sekarang dan apa yang idealnya diinginkan ada. Kalau kita gambarkan, bagannya adalah sebagai berikut.
Perbedaan
Discrepancy
KEBUTUHAN
(Perlu keseimbangan ranah kognitif dan afektif
melalui pendidikan musik)
MASALAH
(Banyak kejanggalan dalam implementasi
kurikulum dan kebijakan
penentuan struktur program)
Tulisan ini bertujuan untuk menginformasikan ilmu pengetahuan tentang teori peran pendidikan musik esensial diberikan dalam pendidikan integral agar peserta didik dapat memperoleh keseimbangan fungsi otak kiri dan kanan yang merupakan pendidikan humanis. Mencari solusi dalam rangka untuk memperbaiki penyimpangan krisis moral yang terjadi pada siswa-siswa sekolah. Memberikan sumbangan pemikiran kepada penentu kebijakan kurikulum Depdiknas agar memasukkan pendidikan musik ke dalam kurikulum nasional di tingkat pendidikan dasar.
Penelitian menunjukkan bahwa musik dapat memberikan rangsangan-rangsangan yang kaya untuk segala aspek perkembangan secara kognitif dan kecerdasan emosional (EQ). Roger Sperry (1992) dalam Siegel (1999) penemu teori Neuron mengatakan bahwa neuron baru akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik sehingga neuron yang terpisah-pisah itu bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak, sehingga terjadi perpautan antara neuron otak kanan dan otak kiri itu.
Siegel, 1999 mengatakan bahwa musik klasik menghasilkan gelombang Alfa yang menenangkan yang dapat merangsang sistem limbik jaringan neuron otak.
Musik Memberikan Rangsangan Terhadap Aspek Kognitif (Matematik)
Hal yang sama dikemukakan Campbell 2001 dalam bukunya Efek Mozart) mengatakan musik Barok (Bach, Handel dan Vivaldi) dapat menciptakan suasana yang merangsang pikiran dalam belajar. Musik klasik (Haydn dan Mozart) mampu memperbaiki konsentrasi ingatan dan persepsi spasial. Masih banyak lagi jenis-jenis musik lain mulai dari Jazz, New Age, Latin, Pop, lagu-lagu, Gregorian bahkan gamelan yang dapat mempertajam pikiran dan meningkatkan kreativitas.
Kognitif merupakan semua proses dan produk pikiran untuk mencapai pengetahuan yang berupa aktivitas mental seperti mengingat, mensimbolkan, mengkategorikan, memecahkan masalah, menciptakan dan berfantasi.
Mengacu pada perkembangan kognitif dari Piaget (1969) dalam teori belajar yang didasari oleh perkembangan motorik, maka salah satu yang penting yang perlu distimulasi adalah keterampilan bergerak. Melalui keterampilan motorik anak mengenal dunianya secara konkrit. Dengan bergerak ini juga meningkatkan kepekaan sensori, dan dengan kepekaan sensori ini juga meningkatkan perkiraan yang tepat terhadap ruang (spatial), arah dan waktu. Perkembangan dari struktur ini merupakan dasar dari berfungsinya efisiensi pada area lain. Kesadaran anak akan tempo dapat bertambah melalui aktivitas bergerak dan bermain yang menekankan sinkronis, ritme dan urutan dari pergerakan. Kemampuan-kemampuan visual, auditif dan sentuhan juga diperkuat melalui aktivitas gerak.
Gallahue, (1998) mengatakan, kemampuan-kemampuan seperti ini makin dioptimalkan melalui stimulasi dengan memperdengarkan musik klasik. Rithme, melodi, dan harmoni dari musik klasik dapat merupakan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan belajar anak. Melalui musik klasik anak mudah menangkap hubungan antara waktu, jarak dan urutan (rangkaian) yang merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk kecakapan dalam logika berpikir, matematika dan penyelesaian masalah.
Hasil penelitian Herry Chunagi (1996) Siegel (1999), yang didasarkan atas teori neuron (sel kondiktor pada sistem saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan, suara mengakibatkan neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak. Semakin banyak rangsangan musik diberikan akan semakin kompleks jalinan antarneuron itu. Itulah sebenarnya dasar adanya kemampuan matematika, logika, bahasa, musik, dan emosi pada anak.
Selanjutnya, Gordon Shaw (1996) dalam newsweek (1996) mengatakan kecakapan dalam bidang yakni matematika, logika, bahasa, musik dan emosi bisa dilatih sejak kanak-kanak melalui musik. Dengan melakukan penelitian membagi 2 kelompok yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen melalui pendidikan musik sehingga sirkuit pengatur kemampuan matematika menguat.
Musik berhasil merangsang pola pikir dan menjadi jembatan bagi pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks. Didukung pula oleh Martin Gardiner (1996) dalam Goleman (1995) dari hasil penelitiannya mengatakan seni dan musik dapat membuat para siswa lebih pintar, musik dapat membantu otak berfokus pada hal lain yang dipelajari. Jadi, ada hubungan logis antara musik dan matematika, karena keduanya menyangkut skala yang naik turun, yaitu ketukan dalam musik dan angka dalam matematika.
Daryono Sutoyo, Guru Besar Biologi UNS Solo, melakukan penelitian (1981) tentang kontribusi musik yaitu menstimulasi otak, mengatakan bawha pendidikan kesenian penting diajarkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) agar peserta didik sejak dini memperoleh stimulasi yang seimbang antara belahan otak kiri dan belahan otak kanannya. Bila mereka mampu menggunakan fungsi kedua belahan otaknya secara seimbang, maka apabila mereka dewasa akan menjadi manusia yang berpikir logis dan intutif, sekaligus cerdas, kreatif, jujur, dan tajam perasaannya.
Implementasi dari penelitian tersebut, pendidikan kesenian sewaktu di SD mempengaruhi keberhasilan studi pada pendidikan berikutnya. Dengan demikian, diasumsikan bahwa pendidikan kesenian di SD termasuk faktor penentu dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Musik Sebagai Pendekatan Belajar
Berbagai sirkuit pada otak mempunyai waktu perkembangan yang berbeda-beda. Merangsang anak pada waktu masa perkembangan yang tepat bisa memaksimalkan kemampuannya. Kemampuan matematika dan logika ada dalam korteks otak yang berdekatan dengan kemampuan musik dengan masa pembentukan 0 – 4 tahun. Untuk itu perlu dilakukan bermain hitungan sederhana bersama anak melalui media musik dalam mengajarkan berhitung, misalnya satu piring, satu garpu, satu sendok, saat bersantap di meja makan.
Persamaan lambang notasi musik dan matematika
Untuk menulis bunyi dan tanda diam dengan bermacam-macam lama waktu atau panjang pendeknya bunyi dan tanda diam digunakan notasi irama dengan bentuk dan nilai tertentu:
= not penuh nilainya 1 atau 2/2 atau 4/4
= not tengahan nilainya ½ atau 2/4
= not perempat nilainya ¼ atau 2/8
= not perdelapan nilainya 1/8 atau 2/16
= not perenambelas nilainya 1/16
= tanda diam penuh nilainya 1 atau 2/2 atau 4/4
= tanda diam tengahan nilainya ½ atau 2/4
= tanda diam perempat nilainya ¼ atau 2/8
= tanda diam perdelapan nilainya 1/8 atau 2/16
= tanda diam perenambelas nilainya 1/16
Titik di belakang not atau tanda diam menambahkan nilai not atau tanda diam itu dengan setengah dari nilainya:
4/4 + 2/4 = 6/4
2/4 + 1/4 = 3/4
1/4 + 1/B = 3/B
1/B + 1/16 = 3/16
1/6 + 2/4 = 6/4
2/4 + 1/4 = 3/4
1/4 + 1/B = 3/4
1/8 + 1/16 = 3/16
Tiap not dapat bernilai dengan perbandingan 3 : 1, jika diberi tanda trial
Musik dan Kecerdasan Emosi
Para ilmuwan sering membicarakan bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu korteks, (kadang-kadang disebut neokorteks) sebagai bagian yang berbeda dari bagian otak yang mengurangi emosi yaitu sistem limbik. Padahal keduanya mempunyai hubungan. Interaksi yang disebabkan rangsangan bunyi musik yang menentukan kecerdasan emosional.
Korteks adalah bagian berpikir otak dan berfungsi mengendalikan emosi melalui pemecahan masalah, bahasa, daya cipta, dan proses kognitif lainnya. Sistem limbik merupakan bagian emosional otak. Sistem meliputi ini thalamus, yang mengirimkan pesan-pesan ke korteks; hippocampus, yang berperan dalam ingatan dan penafsiran persepsi; dan amigdala, pusat pengendalian emosi.
Menurut peneliti Siegel (1999) ahli perkembangan otak, mengatakan bahwa musik dapat berperan dalam proses pematangan hemisfer kanan otak, walaupun dapat berpengaruh ke hemisfer sebelah kiri, oleh karena adanya cross-over dari kanan ke kiri dan sebaliknya yang sangat kompleks dari jaras-jaras neuronal di otak.
Efek atau suasana perasaan dan emosi baik persepsi, ekspresi, maupun kesadaran pengalaman emosional, secara predominan diperantarai oleh hemisfer otak kanan. Artinya, hemisfer ini memainkan peran besar dalam proses perkembangan emosi, yang sangat penting bagi perkembangan sifat-sifat manusia yang manusiawi.
Kehalusan dan kepekaan seseorang untuk dapat ikut merasakan perasaan orang lain, menghayati pengalaman kehidupan dengan "perasaan", adalah fungsi otak kanan, sedang kemampuan mengerti perasaan orang lain, mengerti pengalaman dengan rasio adalah fungsi otak kiri. Kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan manusiawi dengan orang lain merupakan percampuran (blending antara otak kanan dan kiri itu).
Proses mendengar musik merupakan salah satu bentuk komunikasi afektif dan memberikan pengalaman emosional. Emosi yang merupakan suatu pengalaman subjektif yang inherent terdapat pada setiap manusia. Untuk dapat merasakan dan menghayati serta mengevaluasi makna dari interaksi dengan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan perkembangannya melalui musik sejak masa dini.
Campbell 2001 dalam bukunya efek Mozart mengatakan musik romantik (Schubert, Schuman, Chopin, dan Tchaikovsky) dapat digunakan untuk meningkatkan kasih sayang dan simpati.
Musik digambarkan sebagai salah satu "bentuk murni" ekspresi emosi. Musik mengandung berbagai contour, spacing, variasi intensitas dan modulasi bunyi yang luas, sesuai dengan komponen-komponen emosi manusia.
Suzuki (1987) dalam Utami Munandar mengatakan bila anak dibesarkan dalam suasana musik Mozart sejak dini, jiwa Mozart yang penuh kasih sayang dan disiplin akan tumbuh dalam dirinya. Inilah keajaiban musik.
Aspek-aspek Kecerdasan Emosi
Peter Salovey dan John Mayer (1990) dalam Shapiro (1997) menerangkan kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan kualitas ini adalah kemampuan mengenali emosi diri. Sternberg dan Salovery dalam Shapiro (1997) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul, dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap. Dalam hal ini, sikap yang diambil dalam menentukan berbagai pilihan seperti memilih sekolah, sahabat, profesi sampai kepada pemilihan pasangan hidup.
Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara wajar. Misalnya seseorang yang sedang marah maka kemarahan itu tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya disesali di kemudian hari.
Kepekaan akan rasa indah timbul melalui pengalaman yang dapat diperoleh dari menghayati musik. Kepekaan adalah unsur yang penting guna mengerahkan kepribadian dan meningkatkan kualitas hidup. Seseorang memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka maka ia akan dapat mengambil keputusan-keputusan secara mantap dan membentuk kepribadian yang tangguh. Kemampuan motivasi adalah kemampuan untuk memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini terkandung adanya unsur harapan dan optimisme yang tinggi, sehingga memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, misalnya dalam hal belajar. Seperti apa yang kita cita-citakan dapat diraih dan mengisyaratkan adanya suatu "perjalanan" yang harus ditempuh dari suatu posisi di mana kita berada (Point of Departure, POD) ke suatu titik tiba (Point of Arrival, POA) dalam kurun waktu tertentu.
Kemampuan membina hubungan bersosialisasi sama artinya dengan kemampuan mengelola emosi orang lain. Evelyn Pitcer dalam Kartini (1982) mengatakan musik membantu anak-anak untuk mengerti orang lain dan memberikan kesempatan dalam pergaulan sosial dan perkembangan terhadap emosional mereka.
Kemampuan untuk mengelola emosi orang lain sehingga tercipta keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang menjadi lebih luas. Anak-anak dengan kemampuan ini cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul. Melalui belajar kelompok (group) dituntut untuk bekerjasama, mengerti orang lain.
Anak merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Anak ingin dicintai, ingin diakui, dan dihargai. Berkeinginan pula untuk dihitung dan mendapatkan tempat dalam kelompoknya. Jelas bahwa individualitas dan sosialitas merupakan unsur-unsur yang komplementer, saling mengisi dan melengkapi dalam eksistensi anak.
Kecerdasan emosional perlu dikembangkan karena hal inilah yang mendasari keterampilan seseorang di tengah masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh potensi anak dapat berkembang secara lebih optimal.
Idealnya seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan sosial emosional. Daniel Goleman (1995) melalui bukunya yang terkenal "Emotional Intelligences (EQ)", memberikan gambaran spectrum kecerdasan, dengan demikian anak akan cakap dalam bidang masing-masing namun juga menjadi amat ahli. Sebagaimana dikatakan oleh para ahli, perkembangan kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan musik seperti yang dikatakan Gordon Shaw (1996).
Penyusunan Kurikulum yang Ideal
Sprinthall dan Sprinthall (1974) dalam Teori Belajar mengemukakan bahwa perkembangan kognitif tidak datang dengan sendirinya. Untuk mendorong pertumbuhan, kurikulum yang disusun berdasarkan atas taraf perkembangan anak, harus dapat memberikan pengalaman pendidikan yang spesifik yaitu melalui pendidikan musik di sekolah.
Siklus Pengembangan Kurikulum
Analisis Kebutuhan:
Agar terjadi keseimbangan antara belahan otak kiri dan kanan, keajaiban musik dapat menyehatkan jiwa, menciptakan kegembiraan sebagai pendekatan belajar untuk mengajarkan berhitung, mengajarkan sopan santun dan lain sebagainya, dengan musik siswa dapat menyalurkan emosinya secara positif sehingga dapat mencegah terjadinya tawuran sesama pelajar.
Secara eksplisit dalam GBHN disebut bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk pembangunan sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan sesama manusia merupakan fokus kurikulum masa depan sebagaimana yang dikerangkakan yaitu Ipteks Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni.
Dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya perlu ada keseimbangan antara semua aspek perkembangan manusia yaitu perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan emosi dan perkembangan moral yang ikut menentukan keberhasilan anak.
Pelajaran apa saja yang mengandung aspek-aspek tersebut yang dapat menjadikan siswa pandai dan beriman melalui pelajaran agama, yang menjadikan siswa sehat raga melalui pelajaran olah raga, sehat jiwa melalui pelajaran musik, yang menjadikan siswa berbudaya serta cinta tanah air melalui pendidikan seni melalui ciri masing-masing daerah dan lain sebagainya, semua aspek tersebut dapat menyeimbangkan belahan otak kanan dan kiri yang akhirnya dapat membentuk manusia Indonesia seutuhnya, memang hasil yang dirasakan/didapat bersifat abstrak, bukan bekal berupa keterampilan, tetapi esensial untuk diberikan jika ingin memanusiakan manusia.
dari berbagai sumber.
Read more
www.refillyourvoice.blogspot.com |
Penelitian- penelitian membuktikan bahwa musik memberikan banyak manfaat kepada manusia atau siswa seperti merangsang pikiran, memperbaiki konsenstrasi dan ingatan, meningkatkan aspek kognitif, membangun kecerdasan emosional, dll.
Musik juga dapat menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri, yang berarti menyeimbangkan perkembangan aspek intelektual dan emosional. Siswa yang mendapat pendidikan musik jika kelak dewasa akan menjadi manusia yang berpikiran logis, sekaligus cerdas, kreatif, dan mampu mengambil keputusan, serta mempunyai empati. Namun, pendidikan formal di Indonesia tidak menekankan keseimbangan antara aspek intelektual dan emosi. Keadaan ideal ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan pembenahan untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia melalui kurikulum pendidikan musik sebagai mata pelajaran wajib di tingkat SD dan SLTP.
Kata Kunci: musik, stimulasi, aspek kognitif, aspek emosi
Semua bangsa maju di dunia seperti Jerman, Amerika, Jepang, Inggris, Australia dan negara Eropa pada umumnya adalah bangsa yang musikal. Pengertian musikal yang dimaksud disini adalah pertama dapat memainkan instrumen musik atau menyanyi dengan baik, pengertian kedua tidak dapat bermain musik atau menyanyi dengan baik, tetapi dapat mengapresiasikan musik.
Siswa-siswa setingkat kelas 1 – 4 SD di Amerika Serikat mendapatkan pelajaran musik 75 menit setiap minggu, sejak kelas 5 mereka memperoleh pelajaran musik selama 80 menit. Oleh karena itu, mereka sudah dapat membuat koor dengan aransemen-aransemen yang sulit untuk tiga suara dan dapat memainkan beberapa instrumen musik. Di tingkat SLTP mereka memperdalam pelajaran musik pilihan dan mengadakan pertunjukan-pertunjukan. Tingkat SLTA mereka sudah melangkah dengan penekanan pada bentuk konser-konser. Oleh karena itu, mereka sudah mampu menyusun program-program musik yang sangat maju dengan membuat satu atau dua koor gabungan. Sebagian besar sekolah-sekolah di sana memiliki ruangan khusus musik, demikian juga di Australia.
Di Inggris anak usia TK yang berkemampuan membaca di bawah rata-rata, dapat mengejar teman-teman mereka yang di kelompok rata-rata sesudah mereka diperkaya dengan pelajaran musik tambahan, mereka belajar bernyanyi dalam sebuah kelompok melalui latihan ketepatan nada dan irama disertai dengan latihan kepekaan emosi, sebuah program yang sangat berstruktur dan dapat dinikmati anak-anak.
Universitas-universitas di Jepang banyak yang mempunyai orkes Symphony sebagai kelanjutan dari pelajaran musik yang mereka terima di tingkat SD, SLTP dan SLTA.
Begitu pun semua sekolah unggulan memasukkan mata pelajaran musik sebagai materi wajib intrakurikuler dan diperkaya dengan kegiatan ekstrakurikuler, dimana materi pelajaran musik yang diajarkan meliputi musik universal dan musik tradisional, nampaknya hasil pembelajaran siswa-siswa sekolah unggulan pun rata-rata sangat baik.
Namun kurikulum nasional di Indonesia, hanya menekankan perkembangan intelektual semata dan kurang memperhatikan perkembangan kecerdasan emosi. Hal ini tampak dengan banyaknya tawuran pelajaran di tingkat sekolah menengah dan tingkat lanjutan pertama, siswa sekolah dasar terbebani dengan padatnya mata pelajaran yang harus dihafal dan yang harus dikerjakan sehingga pembelajaran menghapus keceriaan anak pada masa perkembangannya.
Tampaknya pada kurikulum (1994) yang berlaku, aspek keseimbangan tersebut belum terpenuhi. Kurikulum pendidikan formal di Indonesia hanya menekankan perkembangan intelektual semata dan tidak memperhatikan perkembangan kecerdasan emosi. Melihat alokasi waktu mata pelajaran musik setiap minggu hanya waktu 2 x 45 menit, (GBPP kurikulum mata pelajaran kesenian 1994) yang masih terbagi dengan mata pelajaran seni tari, seni rupa, dan kerajinan tangan.
Berdasarkan Need Assessment (Mudhoffir) menemukan perbedaan (discrepancy) antara apa yang ada sekarang dan apa yang idealnya diinginkan ada. Kalau kita gambarkan, bagannya adalah sebagai berikut.
Perbedaan
Discrepancy
KEBUTUHAN
(Perlu keseimbangan ranah kognitif dan afektif
melalui pendidikan musik)
MASALAH
(Banyak kejanggalan dalam implementasi
kurikulum dan kebijakan
penentuan struktur program)
Tulisan ini bertujuan untuk menginformasikan ilmu pengetahuan tentang teori peran pendidikan musik esensial diberikan dalam pendidikan integral agar peserta didik dapat memperoleh keseimbangan fungsi otak kiri dan kanan yang merupakan pendidikan humanis. Mencari solusi dalam rangka untuk memperbaiki penyimpangan krisis moral yang terjadi pada siswa-siswa sekolah. Memberikan sumbangan pemikiran kepada penentu kebijakan kurikulum Depdiknas agar memasukkan pendidikan musik ke dalam kurikulum nasional di tingkat pendidikan dasar.
Penelitian menunjukkan bahwa musik dapat memberikan rangsangan-rangsangan yang kaya untuk segala aspek perkembangan secara kognitif dan kecerdasan emosional (EQ). Roger Sperry (1992) dalam Siegel (1999) penemu teori Neuron mengatakan bahwa neuron baru akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik sehingga neuron yang terpisah-pisah itu bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak, sehingga terjadi perpautan antara neuron otak kanan dan otak kiri itu.
Siegel, 1999 mengatakan bahwa musik klasik menghasilkan gelombang Alfa yang menenangkan yang dapat merangsang sistem limbik jaringan neuron otak.
Musik Memberikan Rangsangan Terhadap Aspek Kognitif (Matematik)
Hal yang sama dikemukakan Campbell 2001 dalam bukunya Efek Mozart) mengatakan musik Barok (Bach, Handel dan Vivaldi) dapat menciptakan suasana yang merangsang pikiran dalam belajar. Musik klasik (Haydn dan Mozart) mampu memperbaiki konsentrasi ingatan dan persepsi spasial. Masih banyak lagi jenis-jenis musik lain mulai dari Jazz, New Age, Latin, Pop, lagu-lagu, Gregorian bahkan gamelan yang dapat mempertajam pikiran dan meningkatkan kreativitas.
Kognitif merupakan semua proses dan produk pikiran untuk mencapai pengetahuan yang berupa aktivitas mental seperti mengingat, mensimbolkan, mengkategorikan, memecahkan masalah, menciptakan dan berfantasi.
Mengacu pada perkembangan kognitif dari Piaget (1969) dalam teori belajar yang didasari oleh perkembangan motorik, maka salah satu yang penting yang perlu distimulasi adalah keterampilan bergerak. Melalui keterampilan motorik anak mengenal dunianya secara konkrit. Dengan bergerak ini juga meningkatkan kepekaan sensori, dan dengan kepekaan sensori ini juga meningkatkan perkiraan yang tepat terhadap ruang (spatial), arah dan waktu. Perkembangan dari struktur ini merupakan dasar dari berfungsinya efisiensi pada area lain. Kesadaran anak akan tempo dapat bertambah melalui aktivitas bergerak dan bermain yang menekankan sinkronis, ritme dan urutan dari pergerakan. Kemampuan-kemampuan visual, auditif dan sentuhan juga diperkuat melalui aktivitas gerak.
Gallahue, (1998) mengatakan, kemampuan-kemampuan seperti ini makin dioptimalkan melalui stimulasi dengan memperdengarkan musik klasik. Rithme, melodi, dan harmoni dari musik klasik dapat merupakan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan belajar anak. Melalui musik klasik anak mudah menangkap hubungan antara waktu, jarak dan urutan (rangkaian) yang merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk kecakapan dalam logika berpikir, matematika dan penyelesaian masalah.
Hasil penelitian Herry Chunagi (1996) Siegel (1999), yang didasarkan atas teori neuron (sel kondiktor pada sistem saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan, suara mengakibatkan neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak. Semakin banyak rangsangan musik diberikan akan semakin kompleks jalinan antarneuron itu. Itulah sebenarnya dasar adanya kemampuan matematika, logika, bahasa, musik, dan emosi pada anak.
Selanjutnya, Gordon Shaw (1996) dalam newsweek (1996) mengatakan kecakapan dalam bidang yakni matematika, logika, bahasa, musik dan emosi bisa dilatih sejak kanak-kanak melalui musik. Dengan melakukan penelitian membagi 2 kelompok yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen melalui pendidikan musik sehingga sirkuit pengatur kemampuan matematika menguat.
Musik berhasil merangsang pola pikir dan menjadi jembatan bagi pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks. Didukung pula oleh Martin Gardiner (1996) dalam Goleman (1995) dari hasil penelitiannya mengatakan seni dan musik dapat membuat para siswa lebih pintar, musik dapat membantu otak berfokus pada hal lain yang dipelajari. Jadi, ada hubungan logis antara musik dan matematika, karena keduanya menyangkut skala yang naik turun, yaitu ketukan dalam musik dan angka dalam matematika.
Daryono Sutoyo, Guru Besar Biologi UNS Solo, melakukan penelitian (1981) tentang kontribusi musik yaitu menstimulasi otak, mengatakan bawha pendidikan kesenian penting diajarkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) agar peserta didik sejak dini memperoleh stimulasi yang seimbang antara belahan otak kiri dan belahan otak kanannya. Bila mereka mampu menggunakan fungsi kedua belahan otaknya secara seimbang, maka apabila mereka dewasa akan menjadi manusia yang berpikir logis dan intutif, sekaligus cerdas, kreatif, jujur, dan tajam perasaannya.
Implementasi dari penelitian tersebut, pendidikan kesenian sewaktu di SD mempengaruhi keberhasilan studi pada pendidikan berikutnya. Dengan demikian, diasumsikan bahwa pendidikan kesenian di SD termasuk faktor penentu dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Musik Sebagai Pendekatan Belajar
Berbagai sirkuit pada otak mempunyai waktu perkembangan yang berbeda-beda. Merangsang anak pada waktu masa perkembangan yang tepat bisa memaksimalkan kemampuannya. Kemampuan matematika dan logika ada dalam korteks otak yang berdekatan dengan kemampuan musik dengan masa pembentukan 0 – 4 tahun. Untuk itu perlu dilakukan bermain hitungan sederhana bersama anak melalui media musik dalam mengajarkan berhitung, misalnya satu piring, satu garpu, satu sendok, saat bersantap di meja makan.
Persamaan lambang notasi musik dan matematika
Untuk menulis bunyi dan tanda diam dengan bermacam-macam lama waktu atau panjang pendeknya bunyi dan tanda diam digunakan notasi irama dengan bentuk dan nilai tertentu:
= not penuh nilainya 1 atau 2/2 atau 4/4
= not tengahan nilainya ½ atau 2/4
= not perempat nilainya ¼ atau 2/8
= not perdelapan nilainya 1/8 atau 2/16
= not perenambelas nilainya 1/16
= tanda diam penuh nilainya 1 atau 2/2 atau 4/4
= tanda diam tengahan nilainya ½ atau 2/4
= tanda diam perempat nilainya ¼ atau 2/8
= tanda diam perdelapan nilainya 1/8 atau 2/16
= tanda diam perenambelas nilainya 1/16
Titik di belakang not atau tanda diam menambahkan nilai not atau tanda diam itu dengan setengah dari nilainya:
4/4 + 2/4 = 6/4
2/4 + 1/4 = 3/4
1/4 + 1/B = 3/B
1/B + 1/16 = 3/16
1/6 + 2/4 = 6/4
2/4 + 1/4 = 3/4
1/4 + 1/B = 3/4
1/8 + 1/16 = 3/16
Tiap not dapat bernilai dengan perbandingan 3 : 1, jika diberi tanda trial
Musik dan Kecerdasan Emosi
Para ilmuwan sering membicarakan bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu korteks, (kadang-kadang disebut neokorteks) sebagai bagian yang berbeda dari bagian otak yang mengurangi emosi yaitu sistem limbik. Padahal keduanya mempunyai hubungan. Interaksi yang disebabkan rangsangan bunyi musik yang menentukan kecerdasan emosional.
Korteks adalah bagian berpikir otak dan berfungsi mengendalikan emosi melalui pemecahan masalah, bahasa, daya cipta, dan proses kognitif lainnya. Sistem limbik merupakan bagian emosional otak. Sistem meliputi ini thalamus, yang mengirimkan pesan-pesan ke korteks; hippocampus, yang berperan dalam ingatan dan penafsiran persepsi; dan amigdala, pusat pengendalian emosi.
Menurut peneliti Siegel (1999) ahli perkembangan otak, mengatakan bahwa musik dapat berperan dalam proses pematangan hemisfer kanan otak, walaupun dapat berpengaruh ke hemisfer sebelah kiri, oleh karena adanya cross-over dari kanan ke kiri dan sebaliknya yang sangat kompleks dari jaras-jaras neuronal di otak.
Efek atau suasana perasaan dan emosi baik persepsi, ekspresi, maupun kesadaran pengalaman emosional, secara predominan diperantarai oleh hemisfer otak kanan. Artinya, hemisfer ini memainkan peran besar dalam proses perkembangan emosi, yang sangat penting bagi perkembangan sifat-sifat manusia yang manusiawi.
Kehalusan dan kepekaan seseorang untuk dapat ikut merasakan perasaan orang lain, menghayati pengalaman kehidupan dengan "perasaan", adalah fungsi otak kanan, sedang kemampuan mengerti perasaan orang lain, mengerti pengalaman dengan rasio adalah fungsi otak kiri. Kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan manusiawi dengan orang lain merupakan percampuran (blending antara otak kanan dan kiri itu).
Proses mendengar musik merupakan salah satu bentuk komunikasi afektif dan memberikan pengalaman emosional. Emosi yang merupakan suatu pengalaman subjektif yang inherent terdapat pada setiap manusia. Untuk dapat merasakan dan menghayati serta mengevaluasi makna dari interaksi dengan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan perkembangannya melalui musik sejak masa dini.
Campbell 2001 dalam bukunya efek Mozart mengatakan musik romantik (Schubert, Schuman, Chopin, dan Tchaikovsky) dapat digunakan untuk meningkatkan kasih sayang dan simpati.
Musik digambarkan sebagai salah satu "bentuk murni" ekspresi emosi. Musik mengandung berbagai contour, spacing, variasi intensitas dan modulasi bunyi yang luas, sesuai dengan komponen-komponen emosi manusia.
Suzuki (1987) dalam Utami Munandar mengatakan bila anak dibesarkan dalam suasana musik Mozart sejak dini, jiwa Mozart yang penuh kasih sayang dan disiplin akan tumbuh dalam dirinya. Inilah keajaiban musik.
Aspek-aspek Kecerdasan Emosi
Peter Salovey dan John Mayer (1990) dalam Shapiro (1997) menerangkan kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan kualitas ini adalah kemampuan mengenali emosi diri. Sternberg dan Salovery dalam Shapiro (1997) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul, dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap. Dalam hal ini, sikap yang diambil dalam menentukan berbagai pilihan seperti memilih sekolah, sahabat, profesi sampai kepada pemilihan pasangan hidup.
Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara wajar. Misalnya seseorang yang sedang marah maka kemarahan itu tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya disesali di kemudian hari.
Kepekaan akan rasa indah timbul melalui pengalaman yang dapat diperoleh dari menghayati musik. Kepekaan adalah unsur yang penting guna mengerahkan kepribadian dan meningkatkan kualitas hidup. Seseorang memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka maka ia akan dapat mengambil keputusan-keputusan secara mantap dan membentuk kepribadian yang tangguh. Kemampuan motivasi adalah kemampuan untuk memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini terkandung adanya unsur harapan dan optimisme yang tinggi, sehingga memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, misalnya dalam hal belajar. Seperti apa yang kita cita-citakan dapat diraih dan mengisyaratkan adanya suatu "perjalanan" yang harus ditempuh dari suatu posisi di mana kita berada (Point of Departure, POD) ke suatu titik tiba (Point of Arrival, POA) dalam kurun waktu tertentu.
Kemampuan membina hubungan bersosialisasi sama artinya dengan kemampuan mengelola emosi orang lain. Evelyn Pitcer dalam Kartini (1982) mengatakan musik membantu anak-anak untuk mengerti orang lain dan memberikan kesempatan dalam pergaulan sosial dan perkembangan terhadap emosional mereka.
Kemampuan untuk mengelola emosi orang lain sehingga tercipta keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang menjadi lebih luas. Anak-anak dengan kemampuan ini cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul. Melalui belajar kelompok (group) dituntut untuk bekerjasama, mengerti orang lain.
Anak merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Anak ingin dicintai, ingin diakui, dan dihargai. Berkeinginan pula untuk dihitung dan mendapatkan tempat dalam kelompoknya. Jelas bahwa individualitas dan sosialitas merupakan unsur-unsur yang komplementer, saling mengisi dan melengkapi dalam eksistensi anak.
Kecerdasan emosional perlu dikembangkan karena hal inilah yang mendasari keterampilan seseorang di tengah masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh potensi anak dapat berkembang secara lebih optimal.
Idealnya seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan sosial emosional. Daniel Goleman (1995) melalui bukunya yang terkenal "Emotional Intelligences (EQ)", memberikan gambaran spectrum kecerdasan, dengan demikian anak akan cakap dalam bidang masing-masing namun juga menjadi amat ahli. Sebagaimana dikatakan oleh para ahli, perkembangan kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan musik seperti yang dikatakan Gordon Shaw (1996).
Penyusunan Kurikulum yang Ideal
Sprinthall dan Sprinthall (1974) dalam Teori Belajar mengemukakan bahwa perkembangan kognitif tidak datang dengan sendirinya. Untuk mendorong pertumbuhan, kurikulum yang disusun berdasarkan atas taraf perkembangan anak, harus dapat memberikan pengalaman pendidikan yang spesifik yaitu melalui pendidikan musik di sekolah.
Siklus Pengembangan Kurikulum
Analisis Kebutuhan:
Agar terjadi keseimbangan antara belahan otak kiri dan kanan, keajaiban musik dapat menyehatkan jiwa, menciptakan kegembiraan sebagai pendekatan belajar untuk mengajarkan berhitung, mengajarkan sopan santun dan lain sebagainya, dengan musik siswa dapat menyalurkan emosinya secara positif sehingga dapat mencegah terjadinya tawuran sesama pelajar.
Secara eksplisit dalam GBHN disebut bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk pembangunan sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan sesama manusia merupakan fokus kurikulum masa depan sebagaimana yang dikerangkakan yaitu Ipteks Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni.
Dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya perlu ada keseimbangan antara semua aspek perkembangan manusia yaitu perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan emosi dan perkembangan moral yang ikut menentukan keberhasilan anak.
Pelajaran apa saja yang mengandung aspek-aspek tersebut yang dapat menjadikan siswa pandai dan beriman melalui pelajaran agama, yang menjadikan siswa sehat raga melalui pelajaran olah raga, sehat jiwa melalui pelajaran musik, yang menjadikan siswa berbudaya serta cinta tanah air melalui pendidikan seni melalui ciri masing-masing daerah dan lain sebagainya, semua aspek tersebut dapat menyeimbangkan belahan otak kanan dan kiri yang akhirnya dapat membentuk manusia Indonesia seutuhnya, memang hasil yang dirasakan/didapat bersifat abstrak, bukan bekal berupa keterampilan, tetapi esensial untuk diberikan jika ingin memanusiakan manusia.
dari berbagai sumber.